Menurut Laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Tanah Air mencapai 447.743 kasus pada 2021. Jika dibanding dengan tahun 2021, perceraian meningkat 53,50% dibandingkan tahun 2020.
Alasan cerai sendiri, tidak bisa hanya berdasarkan pada ketidak cocokan saja. Harus sesuai dengan yang ada di peraturan dan bisa dibuktikan.
Suami atau isteri mengajukan cerai, pasti dikarenakan hubungan dalam rumah tangga tidak harmonis. Kalau menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut PP 9/1975) dan KHI. Pada Pasal 19 PP 9/1975 mengatur bahwa:
“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan berikut:
Diperjelas juga dalam Pasal 116 KHI secara limitatif juga mengatur alasan-alasan perceraian, yaitu:
“Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
Kalau menurut data, Pengadilan Agama (PA) mencatat terdapat 291.677 perceraian pada 2020. Penyebab tertinggi perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus dengan 176,7 ribu kasus.
Disusul cerai karena masalah ekonomi, yakni 71,2 ribu kasus. Selanjutnya 34,7 ribu kasus karena salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya. Dan 3,3 ribu kasus perceraian terjadi karena adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kita nggak bisa pungkiri juga penyebab-penyebab yang disebutkan itu memang bikin pasangan masing-masing nggak bisa saling membahagiakan. Pernikahan yang tujuannya untuk bahagia malah jadi sesak di dada kalau kaya gitu.
Proses perceraian bisanya menguras waktu dan energi yang membuat aktifitas lain terbengkalai. Oleh karenanya, menggunakan jasa advokat atau pengacara bisa menjadi alternatif untuk meringankan beban pikiran sekaligus menjadi teman berbagi atas masalah yang anda hadapi.